RUMAH

     Setiap hendak tidur, aku selalu menghitung angka-angka yang berbaris rapi yang semakin hari semakin luruh dari kalender yang menempel di dinding tempat aku memasangnya. Satu per satu angka-angka itu aku silang dengan spidol tinta merah. Aku hanya berharap bahwa yang aku lakukan ini tidak menyakiti kalender yang terpajang di dinding itu.
     Aku kembali meneliti. Sudah berapa banyak angka-angka yang aku silang dari kalender itu. Dan sudah berapa banyak rindu yang tumbuh dan tambah menenggelamkan aku di kota ini. Ternyata tidak terlalu banyak. Tapi rasanya kesunyian panjang terus saja menggerayangi hidupku.
     Berkali-kali aku mencoba berbiasa. Mengakrab dengan rindu yang setiap hari tumbuh. Namun tetap saja aku tidak bisa. Sebab, sudah puluhan hari aku berada di kota kelahiranku tanpa jeda. Dengan segala kenangan manis yang telah aku ukir dengan bahagia. Ternyata disini rasanya sungguh berbeda. Tapi, sepertinya bukan aku saja yang mengalaminya.
     Orang-orang disekitarku begitu pandai menyembunyikan perasaan. Mereka  berusaha mengubur kenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hidupnya. Semakin lama mereka lakukan, semakin kejam pula rindu itu mengusik perasaan.
      Bangun pagi. Menyiapkan sarapan. Membantu Ibu. Menghibur adik. Bahkan menonton televisi sebagai hiburan telah mereka lupakan. Namun sayang, perasaan sakit atas semua itu tak pernah hilang saat diri belum bisa bertemu dengan pulang.
     Setelah itu. Bukan hanya mereka. Bahkan aku saja selalu mengubur kenangan dan kebiasaan-kebiasaan saat rindu tempat pulang. Sebab disini aku harus berjuang. Sebab disini aku harus bahagia, meski tak memiliki apa-apa.
     Kembali aku menghitung kalender yang telah aku silang. Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Tujuh. Seminggu lebih aku hanya menatap. Melingkari jadwal pulang. Menyentuh dan menghitungnya kembali. Lalu berganti hari dan aku bahagia saat dapat menyilang lagi. Hampir. Aku hampir mendapat. Satu bulan lebih. Lebih dari tiga puluh kali silangan akan aku lakukan lagi.
     Mungkin saja esok hari aku akan lebih lama menatap. Supaya angka-angka itu luruh. Turun dan ketakutan dari tempatnya berpijak. Sehingga tiba saatnya dalam tujuanku bertemu dengan pulang. Rumah, yang aku rindu.

Magelang, 11 Maret 2019

Komentar

Postingan Populer